Sejarah Gaib Pulau Jawa - suara-onlin
Home » » Sejarah Gaib Pulau Jawa

Sejarah Gaib Pulau Jawa

Posted by Unknown
suara-onlin, Updated at: September 15, 2016

Seorang pewaskita/clairvoyant ternama dari Inggris sekaligus tokoh penting Theosofi yang bernama C.W Leadbeatter pernah melakukan penerawangan terhadap sejarah Pulau Jawa hingga beberapa ribu tahun Sebelum Masehi. Menurutnya gugusan kepulauan yang sekarang dikenal sebagai Indonesia, dulunya konon merupakan bagian dari peradaban Atlantis.



Pada jaman prasejarah, pulau ini pernah menjadi satu dengan daratan Asia. Kini laut Jawa dalamnya hanya 200 kaki dan jejak-jejak sambungannya dengan daratan Asia yang lain dapat dilihat dari saluran-saluran yang terbentuk. Hubungannya dengan sungai-sungai di Sumatera dan Kalimantan masih tetap dapat dilihat pada dasar laut yang dangkal itu.

Sampai pada tahun 915 pulau Jawa dan Sumatra adalah merupakan satu daratan. Letusan gunung Krakatau membelah kedua kawasan itu sehingga menciptakan terjadinya Selat Sunda. Letusan-letusan dashyat semacam ini, konon juga merupakan salah satu sebab utama yang memusnahkan banyak kerajaan-kerajaan praserajah pada masa itu.

Pada jaman itu, mereka diperintah oleh raja-raja yang merangkap sebagai Imam Agung yang tunduk pada kekuatan gelap dan melakukan praktek ritual Magis Hitam yaitu dengan melakukan pengorbanan darah dan pengorbanan manusia sekali dalam seminggu untuk menenangkan dewa-dewa yang ganas dan haus darah yang memegang kendali atas pulau Jawa pada saat itu.

Raja itu bahkan memutuskan untuk melakukan pemagaran gaib agar kelak semua sesembahan darah kepada dewa-dewa haus darah yang bercokol di seluruh jawa agar dapat tetap dilanjutkan di sepanjang abad-abad yang akan datang. Dia bahkan meletakkan suatu mantera yang sangat kuat di atas pulau tersebut. Dan ia melakukannya seakan-akan hal itu adalah sebuah kutukan, yaitu selama daya kehendaknya tetap teguh, maka segala bentuk pengorbanan darah tersebut tak akan lenyap selamanya.

Efek dari hal itu masih dapat dilihat baik secara etheris maupun astral dalam bentuk awan gelap besar yang melayang-layang di atas pulau Jawa. Dan awan ini seperti tertambat pada titik-titik tertentu, sehingga tidak mudah hilang begitu saja. Titik-titik lokasi ini sengaja dimagnetisir oleh Raja tersebut untuk maksud ini.

Titik-titik ini biasanya bertepatan dengan kawah-kawah dari berbagai gunung api. Energi negatif ini terlihat aneh, menyerupai penunggu dari patung-patung yang hidup, yang luar biasa peka terhadap getaran alam yang ada disekitarnya, dan sanggup untuk memperkuatnya hingga menjadi kekuatan yang merusak.

Berbagai kekuatan gelap turut memberikan dukungannya sehingga kumpulan awan tersebut tetap ada sampai dengan saat ini, meskipun kekuatannya telah jauh berkurang. Inilah salah satu sebab mengapa ada begitu banyak pertumpahan darah yang terjadi di Jawa mulai dari jaman kerajaan-kerajaan, jaman penjajahan, jaman perjuangan, pemberontakan-pemberontakan, berbagai kerusuhan sosial hingga aksi terorisme (Hal yang sama mungkin juga terjadi dengan wilayah Timur Tengah yang selalu dirundung konflik berdarah).

Aji Saka kemudian menanamkan benda-benda magis yang telah dimagnetisir dengan kuat untuk melepaskan pulau Jawa dari pengaruh-pengaruh jahat sebelumnya. Dia berusaha melawan proses “penambatan” dari Para Imam dan Raja Atlantis yang telah diceritakan di atas.

Ajisaka juga memberikan nama-nama Sansekerta pada beberapa gunung. Sebuah gunung di daerah Jepara yang paling tua serta semula paling tinggi di pulau Jawa, dinamakan oleh Aji Saka sebagai ‘Mauria’ yang diambil dari nama dinasti Maurya (sekarang dikenal oleh masyarakat Jawa sebagai gunung Muria). Dinasti Maurya dimulai pada tahun 322 Sebelum Masehi.

Sakaji atau Aji Saka kemudian memilih sebuah lokasi untuk tempat penanaman dari tumbalnya yang terpenting serta yang paling kuat di sebuah dataran perbukitan yang rendah, bukit yang terakhir dari deretan bukit-bukit yang berhadapan dengan sungai Progo.

Bersama dengan Ajisaka, Dewa Penguasa Tanah Jawa kemudian memilih sebuah bukit yang rendah dan bundar sebagai tempat tinggalnya, dimana Aji Saka juga menanamkan benda magis yang paling kuat didalamnya. 700 tahun kemudian dinasti Syailendra yang beragama Buddha berkuasa di Jawa Tengah dan membangun suatu monumen untuk menghormati Sang Buddha. Di bukit tersebut kemudian didirikan sebuah bangunan yang indah, yang sekarang dinamakan sebagai Candi Borobudur.
Source: Muhammad Zazuli


Share This Post :

0 komentar:

Post a Comment

 
Copyright © 2015 suara-onlin.
Design by Creating Website and CB Design