Di Antara Referensi Yang Digunakan oleh Dr Zakir Naik - suara-onlin
Home » , , » Di Antara Referensi Yang Digunakan oleh Dr Zakir Naik

Di Antara Referensi Yang Digunakan oleh Dr Zakir Naik

Posted by Unknown
suara-onlin, Updated at: March 11, 2017

Di Antara referensi yang digunakan oleh Dr Zakir Naik, antara lain, kitab Idzharul Haq, karya Syaikh Rahmatullah al Kairanawi al Hindi, pendiri Madrasaah Shaulatiyah, Makkah.

Kitab yang mematahkan argumentasi pemuka kristen saat itu, Gottlieb pfander, ketika kedua pemuka agama ini berdebat soal teologi selama 3 hari di salah satu daerah di India.

Ada yang menilai KH. Hasyim Asyari pernah berguru kepada ulama top India ini, meskipun dari tahunnya tampaknya tidak ada pertemuan antara keduanya, sebab kiai Hasyim tiba di Makkah sekitar 1892, swdangkan Syaikh Rahmatullah wafat 1891. Kiai Hasyim mungkin berguru ke putra beliau, Syaikh Salim bin Rahmatullah (Wallahu A'lam).

Syaikh Rahmatullah turut serta menggerakan revolusi India Mutiny, 1857, di mana beliau kemudian diburu Inggris lalu lari ke Mekkah dan di sambut Sayyid Zaini Dahlan, Mufti Syafiiyah di Harmain. Makkah saat itu adalah kota suci yang kosmopolit dan terbuka untuk kajian keilmuan Lintas madzhab, tidak seperti saat ini yang dikuasai Wahhabi yanh menghendaki monopoli paham keagamaan dan ekspor ideologi.

Syaikh Rahmatullah turut serta menggerakkan revolusi Indian Mutiny, 1857, di mana beliau kemudian diburu Inggris lalu lari ke Makkah dan disambut Sayyid Zaini Dahlan, Mufti Syafiiyah di Haramain. Makkah saat itu adalah kota suci yang kosmopolit dan terbuka untuk kajian keilmuan lintas madzhab, tidak seperti saat ini yang dikuasai Wahhabi yang menghendaki monopoli paham keagamaan dan ekspor ideologi.

Selain matarantai keilmuan yang duga melalui jalur Syaikh Rahmatullah al Hindi, keakraban orang orang Indonesia dengan orang India juga ditandai dengan banyaknya muslim Nusantara yang menuntut ilmu di Madrasyah Shaulatiyah, yang dari namanya dinisbatkan kepada perempuan dermawan asal India, Begum Shaulatun Nisa, yang telah menjadi donatur tunggal pembangunan madrasah tersebut.

Meskipun di kemudian hari ulama Indonesia memilih mendirikan Darul ulum setelah keluar ramai-ramai dari Shailatiyah (karena ketersinggungan nasionalistik), namun transmisi keilmuan kelompok aswaja Nusantara tetap melewati jalur ulama Hindustan. Yang paling populer tentu saja karya kakek dan cucu yang mempunyai nama sama: Syaikh Zainuddin Malibary.

Syaikh Zainuddin al-Malibari (w. 987 H./1579 M) adalah ulama fiqh madzhab Syafii kelahiran Malabar India yang juga disebut sebagai Zainuddin Ats-Tsani, karena kakeknya juga bernama Zainuddin.

Zainuddin Ats-Tsani ini adalah penulis Fathul Mu'in yang merupakan syaran atas karyanya sendiri, Qurratul 'Ain bi Muhimmatid Din. Irsyadul Ibad ila Sabil Ar-Rasvad adalah karya lainnya.

Sedangkan kakeknya, Zainuddin bin Ali bin Ahmad al-Malibari juga merupakan pakar fiqih Syafiiyah yang lahir di Malibar /Malabar pada tahun 872 H./ 1476 M dan wafat di ponani (Fanan) pada 928 H./ 1521 M, Karya sang kakek yang cukup populer di Indonesia adalah kitab tasawuf Hidayatul Adzkiya Ila Thariqil Auliya'.

Zainuddin al-Malibari senior ini juga dikenal dengan nama Zainuddin al-Fanani, dinisbatkan pada nama tempat wafatnya. Kitab Hidayatul Adzkiya Ila Thariqil Auliya ini adalah salah satu kitab tasawuf yang paling populer di awal abad ke XX, dimana ulama sekaliber KH. Sholeh Darat memberi syarah kitab ini dengan judul Minhaj al-Atqiya fi Syarh Hidayatul Adzkiya Ila Thariqil Auliya.

Selain duo Malibari ini, di abad 17 dan 18 di wilayah Sumatera dan Jawa para bangsawan Aceh dan Yogyakarta akrab dengan kitan Tuhfat al Mursalah ila Ruh an Nabi, kitab Tasawuf yang mengupas Martabat Tujuh dan pemikiran spiritual Ibn Arabi.

Kitab karya ulama India, Syaikh Fadhlullah Burhanpuri (w. 1620) ini membuni seiring dengan dominasi Tarekat Syattariyah di lingkungan elit keraton. Tarekat ini pun didirikan oleh ulama India, Syaikh Abdullah Asysyattari (w.1485), meskipun tranmiai ruhaniah ke ulama Nusantara tidak dari India, melainkan melalui ulama Makkah dan Madinah karena Syaikh Abdurrauf Assinkili dibaiat oleh oleh Syaikh Ahmad al-Qusyasyi, sufi Palestina.

Begitu populernya kitab Tuhfah ini, sehingga Pangeran Diponegoro yang menjadi pengamal Tarekat Syattariah menjadikannya sebagai kitab kesayangan, selain kitab Taqrib (kalau Kiai Mojo memilih Fathul Wahhab swbagai pegangan).

Pasca kemerdekaan Indonesia, 1945, dan India, 1947, jalur keilmuan kedua negara ini lebih banyak terjalin melalui hubungan para kativis jaman Tabligh, yang mulai menguat menguat sejak 1990-an.

Relasinya dipilih melalui tranmisi para murid Syaikh Muhammad Ismail al-kadhlawi yang masyhur dengan karyanya, Fadhail al Amal, itu.

Di bidang hadits, seingat saya, ada relasi erat pakar hadits India, Dr. Muhammad Mustafa Azami, dengan pakar hadits Indonesia, KH. Ali Musthafa Ya'qub sejak era 1990-an.

Sedangkan ulama top India saat ini, Maulana Wahiduddin Khan tidak begitu populer di Indonesia. Maklum, di negara kita, pejuang perdamaian dan kemanusiaan akan kalah pamor dan kalah populer dibandingkan dengan tukang pentung dan penganjur kekerasan.

Padahal nama terakhir ini turut andil dalam menjaga stanolitas kehidupan beragama di India. Ulama berwajah teduh dan berpenampilan kalem ini hiat mengkampanyekan moderatisme Islam sejak tahun 1990-an.

Maulana Wahiduddin Khan juga mendirikan Center for Peace and Spirituality, satu yayasan yang mendakwahkan kedamaian dan spiritualitas, tasawuf. Ia kerap berkunjung ke berbagai wilayah dan bertemu berbagai tokoh lintas iman untuk berdialog, bukan berdebat.

Pada 2015 lalu, di Abu Dhabi, beliau mendapat penghargaan dari Majlis Hukama al-Muslimin pimpinan Syaikh Abdullah bin Bayyah atas kerja kerasnya mengkampanyekan perdamaian sepanjang hidupnya.

Ini hanya artikel rintisan. Masih banyak yang belum ditulis mengenai relasi penting ulama India dan Indonesia sejak awal masuknya Islam di Nusantara, yang ditengarai--antara lain-- melalui jalur Gujarat.

Silahkan melanjutkan tulisan ini berdasarkan informasi lain, karena artikel ini sangat terbatas. Maklum ditulis di warkop sambil cangkruk. Qiqiqiq WAllahu A'lam Bisshawab.

Ditulis oleh: Ustadz Rijal Mumaziq Z


Share This Post :

0 komentar:

Post a Comment

 
Copyright © 2015 suara-onlin.
Design by Creating Website and CB Design