Puisi: Ingin kuganti syahadatku - suara-onlin
Home » » Puisi: Ingin kuganti syahadatku

Puisi: Ingin kuganti syahadatku

Posted by Unknown
suara-onlin, Updated at: November 10, 2016


Oleh : Sanghyang Mughni Pancaniti

Mamah.. Lihatlah.!
Sekarang aku sudah jadi orang besar, punya gelar pendidikan dan keagamaan yang berjajar.
Kawanku adalah kaum intelektual.
Rekan sejawatku banyak pejabat.
Sekelilingku tidak sedikit para Ulama.

Menyadari kehormatanku, aku mulai malu menganggapmu sebagai seorang ibu.
Bagaimana tidak?
Kau hanyalah wanita desa yang memakai kebaya.
Kulitmu kering kepanasan di sawah.
Kakimu bersisik dan pecah belah.
Kau berjongkok-jongkok di hadapan para tetangga.
Kau tidak becus berbahasa Indonesia.
Kau tak punya hasrat berlaku seperti orang kota.
Bahkan, kau masih menyimpan uangmu di balik kutang.
Sampai pada suatu malam, Tuhan mengutus Jibril kepadaku.
Dengan tubuh yang bergetar, dengan suara yang marah, dia berteriak,
"Dasar binatang.!

Apa kau lupa, kau lah yang merobek-robek rahim ibumu.
Sebuah ruang yang Tuhan sediakan, untuk mencipta kehidupan.
Seandainya engkau melihat darah yang tumpah ke betis ibumu,
Menyaksikan wajahnya yang putus asa karena terkoyak vaginanya,
Dan mendengar lengking teriakannya, saat hendak mengeluarkanmu dari perutnya,
Maka kau akan malu meski hanya melirik senja.
Aku menggigil,

Mah, aku takut mendengar kata-kata Jibril itu.
Dalam takut, dalam getar, aku melenyap dalam kenang bersamamu.
Mamah, aku masih ingat, ketika kau menghiburku dengan sebuah mantra :
"Bakekok.! Bakekok.!".
Aku lalu tertawa, aku gembira, apalagi ketika menyadari,
bahwa mantra itu berasal dari kalimat 'Ba Hakikotan', sebutan untuk Titik Ba dalam Basmalah.
Titik yang di dalamnya ditenggelamkan kekuasaan dan pengetahuan Tuhan.
Aku juga tak akan lupa, ketika kau sering menyanyikan sebuah lagu ajaib :
"Dangding.. Dingdang.. Dingdeur..".
Kemudian senyumku terlepas, dukaku sirna, apalagi ketika mengetahui, asal nyanyian itu adalah Dangdeur.
Artinya singkong.
Kamu berharap aku seperti dia kan,
Mah? Apapun yang ada dalam diriku,
Tak boleh ada yang tak bermakna.
Karena itu sebaik-baik manusia.

Mamah.. Aku pun tak akan lupa,
Kaulah yang mengajariku cinta yang paling cinta.
Ketika aku haus, kau yang sibuk mencari minum.
Ketika aku lapar, kau yang bergerak mencari makan.
Ketika aku terluka, kau yang mengalirkan darah.
Ketika kita nelangsa, kau yang tegak di garis depan.
Ketika kita bahagia, kau hanya terdiam di belakang.
Ketika aku mengarungi hidup, kau lah yang sibuk dalam do'a.
Do'amu lugu, do'amu polos, do'amu tanpa rekayasa kata-kata.
Tapi do'amu yang lugu itu, yang polos itu, dengan sempurna memantulkan
keringatmu
Darahmu
Hidupmu
Maknamu
Cintamu
Padaku.
Mamah..
Kini kuhadapkan wajahku di depanmu.
Meminta belasmu, "Ampuuuuun, Maah, ampuun..".
Kalau Tuhan dan semesta mengizinkan, Ingin kuganti Syahadatku :
Laailaha Illa Mamah..
Laailaha Illa Mamah..
Laailaha Illa Mamah..
Akan terus kudengungkan
Sampai aku tua,
Sakit,
Dan mati.!
(Toko Buku Kebul. 2015)

Share This Post :

0 komentar:

Post a Comment

 
Copyright © 2015 suara-onlin.
Design by Creating Website and CB Design