Melawan Dengan Cara Terhormat - suara-onlin
Home » » Melawan Dengan Cara Terhormat

Melawan Dengan Cara Terhormat

Posted by Unknown
suara-onlin, Updated at: November 21, 2016

Di internet, begitu banyak sampah berkeliaran. Ada berita bohong (hoaks), ada fitnah, hal-hal menjijikkan. Internet menjadi rumah bagi segala hal. Baik-buruk menyebar dengan sangat cepat. Orang-orang tak bertanggung-jawab disambut oleh orang-orang bodoh dalam jumlah tak terkira banyaknya.



Sebenarnya di dunia nyata juga sama saja. Dengan ringan satu kabar berhembus tak jelas ujung-pangkalnya. Apalagi jika berkaitan dengan politik, semua hal dihalalkan. Termasuk menjual agama. Tuhan dan kitab suci diperalat semena-mena. Manusia serakah ada di mana-mana. Beruntunglah, ada orang-orang waras yang membuat perkumpulan anti hoaks.

Ada yang bekerja sendiri, ada yang membuat jaringan. Mereka bekerja tanpa dibayar. Semata dilakukan demi panggilan kemanusiaan yang rindu kebenaran. Orang-orang berhati mulia ini kadang dimusuhi hanya karena melawan publik figur. Kebenaran yang mereka perjuangkan tidak dihargai.

Sebenarnya sejak lama orang-orang bijak sudah berusaha memblokade kebohongan dan fitnah ini. Manusia yang rindu kebenaran terus berjuang dari masa ke masa. Contohnya tiga filter kebohongan yang konon disandarkan pada Sokrates. Salah satu pemikir terbesar Yunani yang kemana-mana selalu berjalan kaki tanpa alas. Manusia sederhana dengan kalimah hikmah yang luar biasa. Dengan bahasa agak miring, Sokrates ini bisa disebut sebagai nabi tanpa wahyu.

Filter pertama, apakah berita tersebut benar?

Jika hanya sas-sus, katanya-katanya, konon tanpa bukti, tolaklah ia. Anda akan masuk dalam labirin kebohongan. Sekali tersesat, anda tak akan mampu keluar. Akan tercipta kebohongan-kebohongan lain untuk membenarkannya.

Dalam ajaran Budha, berkata dan berbuat benar adalah di antara ajaran utama delapan jalan kebenaran. Dalam islam, seseorang yang terbiasa bohong akan masuk golongan pembohong. Cap bohong akan melekat pada dirinya meskipun mungkin ia pernah berbuat jujur. Dan golongan pembohong ini jelas ahli neraka. Inilah makna, orang akan dikumpulkan sesuai golongannya.

Filter yang ke dua, apakah berita itu isinya baik?

Kadang ada berita benar, tapi isinya jahat dan dipenuhi kebencian. Sesuatu yang buruk akan berbuah keburukan. Maksud buruk di sini, untuk orang yang akan dikabarkan. Hanya membincangkan aib orang tanpa hasil apa-apa. Ada perbedaan antara mengabarkan fakta dengan gosip keburukan orang lain. Ada juga pemisahan antara parodi dan provokasi. Membicarakan keburukan sebagai studi kasus, atau pembelajaran publik, tidak termasuk di dalamnya.

Filter yang ke tiga, apakah berita itu berguna?

Gosip, sas-sus, ghibah, biasanya tidak mendatangkan manfaat. Ia bukan bagian dari ilmu pengetahuan yang diperlukan manusia. Pembicaraan seperti ini dikecam dalam pengajaran moral banyak agama. Dalam ajaran islam, ghibah dikategorikan jauh lebih buruk dari berzina. Anda muslim, suka berghibah dan meyakini diri anda lebih baik dari pelacur? Pikir lagi.

Meskipun memang ada tata-cara, ada bagian-bagian yang bisa dilepaskan dari konteks ini. Membicarakan keburukan orang lain sebagai tamsil, ibarat, bahan pengingat, tentu tidak dilarang. Hal ini dicontohkan Quran ketika Bani Israil membicarakan Qorun yang ditenggelamkan ke dalam bumi beserta seluruh hartanya. Banyak orang jahat hidup dengan cara menyebarkan kejahatan di internet.

Jangan bertanya soal dosa. Internet juga ladang penghidupan. Dengan cara itulah buzzer, pendongkrak klik, posting bayangan, bergentanyangan. Tapi manusia beradab, yang berpikiran jernih, akan tetap terlihat kelasnya di kubangan manapun ia berada. Sementara bajingan, tetaplah bajingan meski berkedok agama. Dalam dunia media sosial kita, ada banyak nama yang sebenarnya sangat disayangkan jika masuk dalam kategori penyebar hoaks. Barangkali bukan disengaja, tapi ada kecenderungan menyerempet wilayah anyir itu.

Denny Siregar dengan asumsi-asumsinya terkadang melakukan offside. Prediksinya terlalu berani dan bombastis. Terkadang bahkan melampaui batas kebenaran. Batas penalaran. Pemberitaan tentang tax amnesty , atau Antasari misalnya, bisa masuk kategori pembodohan. Ia tidak keliru, semua orang boleh berasumsi. Tapi khalayak meyakini asumsi itu sebagai sebuah kebenaran. Ia dijadikan simbol perlawanan oleh banyak orang dengan gaya humor.

Abu Janda juga publik figur medsos yang getol memerangi radikalisme. Tapi ia kadang juga melakukan offside ketika berprilaku sebagaimana Buni Yani. Video Habib Rizieq dipotong sebagian, potongan itu melahirkan pemaknaan berbeda. Pemelintiran semacam ini tidak bisa dibenarkan. Jangan sampai kebencian mengubur akal sehat. Kalaupun hendak memotong video, hendaknya jangan memutus substansi persoalan.

Saya benci radikalisme, idiokrasi, tapi saya juga benci cara-cara culas untuk memeranginya. Seorang ksatria akan bertarung dengan cara ksatria. Berkata benar, berbuat benar. Orang baik semestinya juga berjuang dengan cara-cara baik.

Seperti petuah Sunan Bonang pada Sunan Kalijaga, jangan mencuci celana dengan air kencing. Menjaga internet tetap bersih adalah menjaga kewarasan. Menang atau kalah, kita akan tetap terhormat. Panjang umur perlawanan.

By: Kajitow Elkayeni

Share This Post :

0 komentar:

Post a Comment

 
Copyright © 2015 suara-onlin.
Design by Creating Website and CB Design