Dimana Ada Alfamart Disitu Pasti Ada Indomart - suara-onlin
Home » » Dimana Ada Alfamart Disitu Pasti Ada Indomart

Dimana Ada Alfamart Disitu Pasti Ada Indomart

Posted by Unknown
suara-onlin, Updated at: January 20, 2017

Di bidang kuliner, Madura nyaris sama dengan Bugis Makassar. Pemilik warung kuliner khas dua suku ini, sate, soto dan coto, biasanya sudah pernah berangkat haji. Ini biasanya para juragan kuliner yang malang melintang sejak era 1990-an, bahkan era sebelumnya. Mereka dengan bangga memasang gelarnya didepan namanya dan dipampang di warungnya.
Warung Sate Haji.... Warung Coto Makassar Haji....


Ibadah haji adalah perkara spiritual, sedangkan gelar haji adalah sebuah prestise sosial.

Di sisi lain, di pedesaan maupun kota kecamatan, para haji juga punya toko kelontong agak besar. Mereka menjalankan bisnisnya dengan melibatkan jaringan pedagang kecil yang kulak kebutuhan secara tunai, kredit, mauoun hutang. Roda bisnis berjalan dengan sistem gotong royong. Guyub rukun. Mereka ersaing dengan oemilik toko kelontong lain yang biasanya dimiliki oleh orang Tionghoa.

Jika ditelusuri lagi, para pedagang lokal ini mulai berkembang tahun 1970-an ketika ekonomi mulai stabil. Lebih kebelakang lagi, semua terbantu karena Bung Karno mengeluarkan peraturan tahun 1959 yang mengatur apabila pedagang asing yang berbisnis eceran (kebanyakan Tionghoa) menyingkapr dari desa dan harus hijrah ke kota kecamatan maupun kabupaten. Aturan ini ditaati hingga ketika ekonomi stabil di era 1970-an dan dasawarsa berikutnya, para pedagsnh lokal ini berkembang dengan kemauannya.



Model pengembangan ekonomi mikro berbasis kemandirian dengan jaringan personal antar warga masyarakat yang ditunjang pola simbiosis mutualisme ini bertahan sebelum kemudian mulai dihancurkan pemodal besar. Pertumbuhan pesat jaringan toko waralaba seperti Alfamart dan Indomart yang dimenej modern dan tanpa ada payung hukum yang mengatur keberadaannya cukup membuat toko-toko lokal sesak bernafas.

Banyak yang bangkrut, hanya segelintir yang bertahan, lalu menyusut perlahan. Efek dominonya juga ada: pola ekonomi gotong royong antar toko besar dengan pengecer juga mulai musnah.

Ini adalah ajang pertarungan bebas antara pegiat ekonomi mikro melawan raksasa ritel. Disebut tarung bebas karena tidak ada konttol hukum melalui perda yang mengatur keberadaan jaringan ritel ini.

Di Surabaya, tahun 2014, kalau tidak salah sudah ada sekitar 2000 toko waralaba dengan swgala mereknya. Hanya tak sampai 20% yang punya ijin. Sisanya masih ilegal. DPRD kota Surabaya pernah mau merumuskam Raperda, tapi melempem sebelum digodog dan tak ada kabarnya hingga sekarang.

Di kota lain, bagaimana? Sama saja. Saya belum tahu kota mana ajah yang sudah mengatur regulasi persaingan bisnis ini. Baiklah, keberadaan toko-toko ini memang sebuah keniscayaan bisnis. Saya juga nggak radikal dan sok-sokan memboikot too ini, sebab say juga berbelanja di situ. Tapi melihat dominasi dan gurita bisnis yang meraksasa, betapa mengerikannya jika pertarungan bebas ini tanpa aturan yang jelas.

Dalam perjalanan dari jember ke kencong, saya pernah menghitung ada kurang lebih Dalam perjalanan dari Jember ke Kencong, saya pernah menghitung ada kurang lebih 28 Alfamart dan Indomaret di sekujur jalanan. Jarak Jember-Kencong kurang lebih 40 KM.

Berarti nyaris setiap kilo meter ada satu toko waralaba ini. Jika jumlah toko kembar tapi tak sama ini terus bertumbuh bak cendawan di musim hujan, tanpa disertai regulasi yang jelas, maka lambat laun jumlahnya menyamai masjid di setiap Kabupaten: ada setiap 9,5 kilo meter!

Solusinya bagaimana? Mari kita mengheningkan cipta lalu kita tanya Anggun yang sudah jadi duta syampo lain! Tanpa salam.

By: Gus Rijal Mumajiq Z

Share This Post :

0 komentar:

Post a Comment

 
Copyright © 2015 suara-onlin.
Design by Creating Website and CB Design