Cak Nur: Islam Yes Partai Islam No - suara-onlin
Home » , , , » Cak Nur: Islam Yes Partai Islam No

Cak Nur: Islam Yes Partai Islam No

Posted by Unknown
suara-onlin, Updated at: March 17, 2017

Cak Nur: Islam, yes. Partai Islam, No.

Uang berkuasa di politik, menjadi penentu suara di partai Golkar, dan kita pun kehilangan seorang Nurcholish Madjid.


Profesor Doktor Nurcholish Madjid, anak kiyai dari Jombang -- lulusan pesntren Darul Ulum Rejoso, pesantren Gontor, IAIN Jakarta dan Universitas Chicago -- yang karib disapa Cak Nur.

Dialah yang sesungguhnya digadang-gadang para pemuka negeri ini, termasuk pentolan Poros Tengah, Amin Rais, untuk menjadi Presiden Republik Indonesia pertama yang terpilih di era reformasi di tahun 1999 menggantikan B.J. Habibie. Tapi jalan sejarah berkata lain, Kiyai Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang melenggang ke Istana.

Cak Nur tetap menjadi guru bangsa, mengasuh Universitas Paramadina yang didirikannya sebagai jalan mewujudkan masyarakat madani yang dicita-citakannya.

Ia yang gerah oleh suasana "agama diseret-seret untuk kepentingan politik" pernah melontarkan gagasan yang menjadi jargon dan kontroversial: "Islam, yes. Partai Islam, No."

Lama-lama, melihat politik yang centang-perenang dan sekedar pertarungan syahwat kekuasaan para politisi, ia tak tahan juga. Di tahun 2004, ia menerbitkan harapan di benak banyak orang ketika mencoba ikut mendaki kekuasaan lewat konvensi partai Golkar yang digagas Akbar Tanjung. Pada 30 juni 2004, Cak Nur mendeklarasikan keikutsertaannya di konvensi -- sebuah ajang pencarian calon presiden yang akan didukung partai beringin.

Cak Nur membentuk tim (di antaranya Sudirman Said), merumuskan gagasan, menawarkan agenda utana platform-nya: menuju tata pemerintahan yang baik (good governance) di Indonesia. Ia pun bersafari keliling Indonesia, mengunjungi DPD-DPD yang juga pemilik suara konvensi Partai Golkar.

Yang ia temui adalah kepalsuan semata-mata. Ia menyampaikan visi dan misi, tapi tanggapan ddari daerah tak banyak. "Visi dan misinya kami terima. Tapi gizinya mana?"

Gizi, sodara-sodara. Uang! Untuk setiap suara dukungan, gagasan para calon tak penting. Uang yang penting.

Beberapa hari kemudian, Cak Nur kembali ke Jakarta dan menggelar jumpa pers: Nurcholish Madjid mundur dari konvensi Partai Golkar.

Yang tersisa untuk bertarung di konvensi itu kemudian hanyalah Wiranto, Akbar Tandjung, Prabowo Subianto, Aburizal Bakrie, dan Surya Paloh. Wiranto yang memenangi konvensi kemudian diajukan sebagai calon presiden dari partai Golkar. Dan kita tahu, Wiranto tak bisa memenangi hati rakyat Indonesia.

Setahun kemudian, pada 29 Agustus 2005, sang guru bangsa Nurcholish Madjid meninggal dunia karena penyakit hati. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

Cak Nur berpulang bersama gagasan masyarakat madani Indonesia yang senatiasa diusung dan diperjuangkan-nya. Ia tak sampai ke puncak oleh hadangan politik uang yang ditentangnya. Alfatihah

Tomi Lebang


Share This Post :

0 komentar:

Post a Comment

 
Copyright © 2015 suara-onlin.
Design by Creating Website and CB Design