Salah satu fenomena sosial yang saya perhatikan beberapa tahun terakhir ini adalah munculnya sejumlah kelompok Islam yang saya sebut sebagai " Wahabi Kawe ", yaitu sekelompok kaum Muslim di Indonesia yang berdandan, ber-pikiran, dan berprilaku "Mengimajinasikan" diri sebagai " Wahabi ".
Wahabi" ini adalah "sekte keislaman" minoritas tapi berkuasa karena "ngupil" dengan kekuasaan (pemerintah) khususnya di Saudi dan Qatar. Nama "Wahabi" ini dinisbatkan kepada pendirinya, Muhammad bin Abdul Wahhab, Arabia, seorang reformis-puritan dari najd, Arabia, pada abad ke-18, meskipun sebetulnya para pengikut wahabi sendiri jarang atau bahkan tidak pernah menyebut dirinya sebagai " Wahabi "
Menariknya, para cheerleaders Wahabi di Indonesia atau "Wahabi KW" tadi cukup berbeda secara signifikan dengan para "Wahabi Ori" atau "Wahabi asli" di Saudi maupun Qatar yang saya amati. Para "Wahabi KW" ini saya lihat jauh lebih militan, konservatif, tertutup, puritan, intoleran, dan bahkan lebih morak, urakan dan tak tahu diri. Dengan kata lain, para "Wahabi KW" ini jauh lebih "Wahabi" ketimbang kaum "Wahabi Ori" itu sendiri.
Misalnya saja, para "Wahabi KW" ini setengah mati mengharamkan rokok, musik, film, atau bahkan gambar/foto karena dianggap membahayakan "eksistensi" Tuhan. Musik/film dipandang sebagai media "perangkap setan" yang membayakan iman. Padahal, para "Wahabi Ori" biasa saja nonton film, dengerin musik, dan foto-foto, dan "udad-udud" (merokok). Ya tentu saja tidak semuanya.
Kemudian, para "Wahabi KW" ini juga "kolot" sekali sikapnya dengan kaum perempuan. Misalnya, kaum perempuan hanyalah sebatas "pelayan lelaki" (sumur-dapur-kasur) yang agak mirip-mirip dengan "budak lelaki" (tapi bukan "budak-budak" dalam Bahasa Malaysia he he). Tidak lebih-tidak kurang. Padahal di Saudi (apalagi Qatar), pandangan laki-laki terhadap perempuan sudah sangat berubah drastis.
Kini, kaum perempuan di kawasan Arab Teluk sudah mengalami kemajuan sangat pesat di dunia pendidikan, bisnis, pekerjaan, politik, dan lain sebagainya. Kaum lelaki bahkan saya amati sudah merasa mulai "terancam" dengan eksistensi kaum perempuan di "ruang publik" yang cukup fenomenal. Emansipasi perempuan kini sudah menjalar di berbagai kawasan Arab Teluk.
Lalu, para "Wahabi KW" juga antipati dengan batu nisan, kuburan, ritual-ritual kematian, atau patung-patung dan peninggalan keagamaan-kesejarahan. Padahal, kaum "Wahabi Ori" biasa-biasa saja. Tidak ekstrim banget. Dulu berpuluh-puluh tahun yang lalu memang iya, mereka super ekstrim dalam hal "dunia kuburan" dan "ritual kematian" tapi kini sudah mulai berubah.
Meski ritual dan bacaanya cukup singkat (dibanding tahlilan ala NU yang cukup panjang dan "menganakkonda"), tetapi sebetulnya mereka juga mendoakan orang-orang yang wafat di kuburan. Mereka juga seperti "menyesali" perbuatan masa lalu mereka yang menghancur-kan peninggalan-peninggalan kesejarahan. Kini, mereka minta bantuan UNESCO untuk menyelamat-kan situs-situs sejarah yang sudah porak - poranda untuk dikembangkan menjadi "turisme spiritual".
Hal lain, para "Wahabi KW" ini saya amati juga sangat memusuhi setengah mati dan bahkan memaki-maki para "kiai Nusantara" dan ulama-ulama Sunni lain. Betul-betul urakan dan tidak tahu diri. Sementara, ironisnya, pada saat yang sama mereka memuji-muji dan memuja-muja "junjungan" dan "tuan" mereka para ulama Wahabi di Saudi dan sekitarnya.
Padahal, kini saya bersama sejumlah ilmuwan sosial Wahabi Saudi sedang bekerja keras meneliti, menulis, dan mendokumentasikan para ulama Nusantara di Arabia yang memiliki kontribusi luar biasa bagi pengembangan keilmuan keislaman dan dunia pendidikan di Jazirah Arab.
Sepertinya memang dimana-mana "anjing herder" itu jauh lebih galak daripada pemiliknya. Para "jongos" juga merasa lebih memiliki rumah ketimbang "tuan rumah"-nya itu sendiri. Begitu pula sikap para "Wahabi KW" yang jauh lebih norak ketimbang "Wahabi Ori".
By: prof Sumanto al-Qurtuby
Wahabi" ini adalah "sekte keislaman" minoritas tapi berkuasa karena "ngupil" dengan kekuasaan (pemerintah) khususnya di Saudi dan Qatar. Nama "Wahabi" ini dinisbatkan kepada pendirinya, Muhammad bin Abdul Wahhab, Arabia, seorang reformis-puritan dari najd, Arabia, pada abad ke-18, meskipun sebetulnya para pengikut wahabi sendiri jarang atau bahkan tidak pernah menyebut dirinya sebagai " Wahabi "
Menariknya, para cheerleaders Wahabi di Indonesia atau "Wahabi KW" tadi cukup berbeda secara signifikan dengan para "Wahabi Ori" atau "Wahabi asli" di Saudi maupun Qatar yang saya amati. Para "Wahabi KW" ini saya lihat jauh lebih militan, konservatif, tertutup, puritan, intoleran, dan bahkan lebih morak, urakan dan tak tahu diri. Dengan kata lain, para "Wahabi KW" ini jauh lebih "Wahabi" ketimbang kaum "Wahabi Ori" itu sendiri.
Misalnya saja, para "Wahabi KW" ini setengah mati mengharamkan rokok, musik, film, atau bahkan gambar/foto karena dianggap membahayakan "eksistensi" Tuhan. Musik/film dipandang sebagai media "perangkap setan" yang membayakan iman. Padahal, para "Wahabi Ori" biasa saja nonton film, dengerin musik, dan foto-foto, dan "udad-udud" (merokok). Ya tentu saja tidak semuanya.
Kemudian, para "Wahabi KW" ini juga "kolot" sekali sikapnya dengan kaum perempuan. Misalnya, kaum perempuan hanyalah sebatas "pelayan lelaki" (sumur-dapur-kasur) yang agak mirip-mirip dengan "budak lelaki" (tapi bukan "budak-budak" dalam Bahasa Malaysia he he). Tidak lebih-tidak kurang. Padahal di Saudi (apalagi Qatar), pandangan laki-laki terhadap perempuan sudah sangat berubah drastis.
Kini, kaum perempuan di kawasan Arab Teluk sudah mengalami kemajuan sangat pesat di dunia pendidikan, bisnis, pekerjaan, politik, dan lain sebagainya. Kaum lelaki bahkan saya amati sudah merasa mulai "terancam" dengan eksistensi kaum perempuan di "ruang publik" yang cukup fenomenal. Emansipasi perempuan kini sudah menjalar di berbagai kawasan Arab Teluk.
Lalu, para "Wahabi KW" juga antipati dengan batu nisan, kuburan, ritual-ritual kematian, atau patung-patung dan peninggalan keagamaan-kesejarahan. Padahal, kaum "Wahabi Ori" biasa-biasa saja. Tidak ekstrim banget. Dulu berpuluh-puluh tahun yang lalu memang iya, mereka super ekstrim dalam hal "dunia kuburan" dan "ritual kematian" tapi kini sudah mulai berubah.
Meski ritual dan bacaanya cukup singkat (dibanding tahlilan ala NU yang cukup panjang dan "menganakkonda"), tetapi sebetulnya mereka juga mendoakan orang-orang yang wafat di kuburan. Mereka juga seperti "menyesali" perbuatan masa lalu mereka yang menghancur-kan peninggalan-peninggalan kesejarahan. Kini, mereka minta bantuan UNESCO untuk menyelamat-kan situs-situs sejarah yang sudah porak - poranda untuk dikembangkan menjadi "turisme spiritual".
Hal lain, para "Wahabi KW" ini saya amati juga sangat memusuhi setengah mati dan bahkan memaki-maki para "kiai Nusantara" dan ulama-ulama Sunni lain. Betul-betul urakan dan tidak tahu diri. Sementara, ironisnya, pada saat yang sama mereka memuji-muji dan memuja-muja "junjungan" dan "tuan" mereka para ulama Wahabi di Saudi dan sekitarnya.
Padahal, kini saya bersama sejumlah ilmuwan sosial Wahabi Saudi sedang bekerja keras meneliti, menulis, dan mendokumentasikan para ulama Nusantara di Arabia yang memiliki kontribusi luar biasa bagi pengembangan keilmuan keislaman dan dunia pendidikan di Jazirah Arab.
Sepertinya memang dimana-mana "anjing herder" itu jauh lebih galak daripada pemiliknya. Para "jongos" juga merasa lebih memiliki rumah ketimbang "tuan rumah"-nya itu sendiri. Begitu pula sikap para "Wahabi KW" yang jauh lebih norak ketimbang "Wahabi Ori".
By: prof Sumanto al-Qurtuby
0 komentar:
Post a Comment