Oleh: Kajitow Elkayeni
Dear haters, bagaimana tidur kalian, nyenyak? Masih ingin menggantung Ahok? Ingin menggulingkan Jokowi? Semua keinginan itu adalah hak kalian. Kalian pribadi merdeka. Bebas untuk membenci apapun. Tapi ada beberapa hal yang musti aku ingatkan. Bagaimanapun, kalian adalah saudaraku. Lahir dan tumbuh di tanah air yang sama.
Akhir-akhir ini ada istilah makar diungkapkan oleh TNI-Polri. Sebagian kalian malah menertawakan itu. Kalian menganggapnya lelucon. Bahkan ada yang enteng berkata, "Kalau ada informasi makar, kenapa tidak langsung ditangkap?" Dear haters, aparat sebenarnya masih menyayangi kalian.
Kelompok yang tidak tahu apa-apa. Korban hasutan dari beberapa orang yang menyimpan agenda busuk. Maka mereka memberikan warning. Agar kalian berpikir jernih. Menelaah persoalan dengan nalar. Jangan seperti buih di lautan. Banyak, tapi mudah digoyang ombak. Sayangi hidup kalian, keluarga kalian. Hormati hukum dan Negara. Tapi aku tahu, kalian ada yang dengan semangat berteriak jihad. Merasa jumlah massa kalian banyak. Kalian muslim, betul. Tapi kami ini juga muslim. Aparat itu juga muslim.
Dear haters, ingat DI/TII? Mereka tidak hanya muslim dan berjumlah banyak. Mereka bersenjata, terorganisir, militan. Mereka juga berteriak jihad, bertakbir di hutan-hutan. Melakukan teror dan ancaman. Tapi mereka disapu bersih oleh Soekarno. Negara punya mekanisme untuk melawan makar.
Ratusan juta nyawa harus diselamatkan dari beberapa gelintir orang yang memaksakan kehendaknya. Jika barisan bersenjata saja disikat, apalagi hanya sekumpulan pawai daster di jalanan itu? Tapi kenapa aparat masih menunggu? Karena mereka memberikan waktu. Mereka menyayangi kalian. Bagaimanapun, kalian adalah saudara sebangsa. Kalian punya hak untuk bersuara. Tapi tidak untuk memaksakan kehendak. Ini negara kita bersama, bukan untuk satu golongan saja.
Jika kalian terus memaksa, yakinlah, di puncak kemelut, mereka tidak punya pilihan kecuali memberondong. Peluru tidak berbelas-kasihan. Kalian akan menjadi musuh negara. Kalian ngotot berjihad, mereka juga berjihad membentengi Negara. Lalu jika kalian jadi korban, apakah kehidupan kami ikut berhenti? Tidak.
Kami memang akan bersedih. Sama seperti ketika Soekarno menghukum mati Kartosoewiryo, sahabatnya sendiri. Tapi kami akan melanjutkan hidup. Sementara kalian akan jadi noktah hitam. Anak-cucu kalian akan ikut menanggung beban batin.
Dear haters, semua orang punya pilihan. Aku tidak akan melarang pilihan itu. Tapi sebagai saudara, aku hanya ingin mengingatkan. Aparat telah bekerja. Warning telah diberikan. Jangan jadi korban sia-sia dari sebuah revolusi palsu. Hukum sedang berjalan, negara sedang mengupayakan jalan keluar.
Tanda sayang ini aku tulis mengingat kita saudara setanah air. Berbeda pendapat wajar. Tapi kita harus saling mengingatkan. Semoga kewarasan dan kasih sayang tetap ada. Semoga Indonesia baik-baik saja. Dari saudaramu di seberang barisan.
Akhir-akhir ini ada istilah makar diungkapkan oleh TNI-Polri. Sebagian kalian malah menertawakan itu. Kalian menganggapnya lelucon. Bahkan ada yang enteng berkata, "Kalau ada informasi makar, kenapa tidak langsung ditangkap?" Dear haters, aparat sebenarnya masih menyayangi kalian.
Kelompok yang tidak tahu apa-apa. Korban hasutan dari beberapa orang yang menyimpan agenda busuk. Maka mereka memberikan warning. Agar kalian berpikir jernih. Menelaah persoalan dengan nalar. Jangan seperti buih di lautan. Banyak, tapi mudah digoyang ombak. Sayangi hidup kalian, keluarga kalian. Hormati hukum dan Negara. Tapi aku tahu, kalian ada yang dengan semangat berteriak jihad. Merasa jumlah massa kalian banyak. Kalian muslim, betul. Tapi kami ini juga muslim. Aparat itu juga muslim.
Dear haters, ingat DI/TII? Mereka tidak hanya muslim dan berjumlah banyak. Mereka bersenjata, terorganisir, militan. Mereka juga berteriak jihad, bertakbir di hutan-hutan. Melakukan teror dan ancaman. Tapi mereka disapu bersih oleh Soekarno. Negara punya mekanisme untuk melawan makar.
Ratusan juta nyawa harus diselamatkan dari beberapa gelintir orang yang memaksakan kehendaknya. Jika barisan bersenjata saja disikat, apalagi hanya sekumpulan pawai daster di jalanan itu? Tapi kenapa aparat masih menunggu? Karena mereka memberikan waktu. Mereka menyayangi kalian. Bagaimanapun, kalian adalah saudara sebangsa. Kalian punya hak untuk bersuara. Tapi tidak untuk memaksakan kehendak. Ini negara kita bersama, bukan untuk satu golongan saja.
Jika kalian terus memaksa, yakinlah, di puncak kemelut, mereka tidak punya pilihan kecuali memberondong. Peluru tidak berbelas-kasihan. Kalian akan menjadi musuh negara. Kalian ngotot berjihad, mereka juga berjihad membentengi Negara. Lalu jika kalian jadi korban, apakah kehidupan kami ikut berhenti? Tidak.
Kami memang akan bersedih. Sama seperti ketika Soekarno menghukum mati Kartosoewiryo, sahabatnya sendiri. Tapi kami akan melanjutkan hidup. Sementara kalian akan jadi noktah hitam. Anak-cucu kalian akan ikut menanggung beban batin.
Dear haters, semua orang punya pilihan. Aku tidak akan melarang pilihan itu. Tapi sebagai saudara, aku hanya ingin mengingatkan. Aparat telah bekerja. Warning telah diberikan. Jangan jadi korban sia-sia dari sebuah revolusi palsu. Hukum sedang berjalan, negara sedang mengupayakan jalan keluar.
Tanda sayang ini aku tulis mengingat kita saudara setanah air. Berbeda pendapat wajar. Tapi kita harus saling mengingatkan. Semoga kewarasan dan kasih sayang tetap ada. Semoga Indonesia baik-baik saja. Dari saudaramu di seberang barisan.
0 komentar:
Post a Comment