"Hasta La victoria siempre",
Begutu kata Presiden Raul Castro setelah mengumumkan kematian saudara sekaligus teman seperjuangannya, Fidel Castro Ruz, Jum'at malam pekan lalu, di televisi nasional kuba, "selalu, sampai kemenangan itu terengkuh" - kata-katanya seperti menyimpulkan kalimat yang disampaikan sebelumnya.
Ada lautan waktu yang belum tersebrangi, pekerjaan yang belum selesai, manakal Raul, Fidel atau Ernesto "Che" Guevara menyatakan pekik kaum revolusioner yang hendak menegakkan masyarakat tanpa kelas, bwbas dari imperualisme Amerika Serikat di tanah Karibia itu.
Revolusi memang tak pernah selesai; ia bukan senjata kaum positivis yang senantiasa penuh kepastian dan harga mutlak-- bahwa seperti ini atau itulah masyarakat tanpa eksploitasi yang dicita-citakan itu.
Mungkin karena itulah, dua pemuda 30-an tahun yang hitan jenggotnya bagaikan tanaman perdu liar itu menempuh jalan sendiri-sendiri tak lama setelah menumbangkan kediktatoran militer Fulgencio Batista dukungan Amerika Serikat pada 1959. Che Guevara, dokter--juga menderita asma--yang sibuk mengorbankan revolusi di seantero tanah Amerika Latin itu akhirnya mati muda. El commandante Che tertangkap, lalu dieksekusi seorang serdadu tak terkenal di hutan Bolivia, Oktober 1967.
Sementara itu, Fidel Castrol Ruz meninggal di usia 90. Dia tak pernah beranjak jauh dari Kuba, sibuk mengukuhkan kekuasaan, terus bertahan menghadapi 600-an usaha pembunuhan, baik oleh lawan-laqan politiknya maupun badan Intelijen Amerika (CIA). Hampir setengah abad Fidel mengawal revolusi yang belum selesai di Kuba, hingga akhirnya pada 2006 gangguan pencernaan membuat dia mengalihkan kekuasaan yang nyaris mutlak itu ke tangan adiknya Raul.
Ketika maut mengakhiri hidupnya yang panjang pada jumat malam, Fidel Castro yang telah bungkuk dan pensiun dari posisi eksekutif dan partai itu menyaksikan sang adik perlahan-lahan menggiring Kuba ke arah yang berbeda: lebih terbuka terhadap pasar benas, dan menjalin hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat pada 2014.
Fidel-ia memiliki jaringan intelijen luas, mengontrol setiap jengkal kehidupan di negeri berpenduduk 11 juta itu-- seorang diktator. Namun Kuba di bawah Fidel adalah si kecil Daud yang senantiasa melawan ancaman raksasa Jalut dari utara.
Hanya dipisahkan oleh bentangan laut 135 kilometer dari pantai Miami, Florida, Amerika Serikat yang anti komunis adalah ancaman terhadap revolusi kuba.
Amerika pernah mengirim 1.500 orang Kuba yang dipersenjatai untuk menghancurkan Revolusi dan Fidel pada April 1996. Namun dengan mudah pengawal revolusi mematahkan serangan, sekaligus mempermalukan Amerika.
"Hasta la victoria siempre", teriak Fidel yang berjaya waktu itu. Kini, 55 tahun kemudian, Raul Castro mengucapkan kata-kata yang sama, mesku tak terlalu jelas apakah dia juga berkeyakinan revolusi belum selesai.
Idrus F Shahab (Koran Tempo, 30 November 2016)
Begutu kata Presiden Raul Castro setelah mengumumkan kematian saudara sekaligus teman seperjuangannya, Fidel Castro Ruz, Jum'at malam pekan lalu, di televisi nasional kuba, "selalu, sampai kemenangan itu terengkuh" - kata-katanya seperti menyimpulkan kalimat yang disampaikan sebelumnya.
Ada lautan waktu yang belum tersebrangi, pekerjaan yang belum selesai, manakal Raul, Fidel atau Ernesto "Che" Guevara menyatakan pekik kaum revolusioner yang hendak menegakkan masyarakat tanpa kelas, bwbas dari imperualisme Amerika Serikat di tanah Karibia itu.
Revolusi memang tak pernah selesai; ia bukan senjata kaum positivis yang senantiasa penuh kepastian dan harga mutlak-- bahwa seperti ini atau itulah masyarakat tanpa eksploitasi yang dicita-citakan itu.
Mungkin karena itulah, dua pemuda 30-an tahun yang hitan jenggotnya bagaikan tanaman perdu liar itu menempuh jalan sendiri-sendiri tak lama setelah menumbangkan kediktatoran militer Fulgencio Batista dukungan Amerika Serikat pada 1959. Che Guevara, dokter--juga menderita asma--yang sibuk mengorbankan revolusi di seantero tanah Amerika Latin itu akhirnya mati muda. El commandante Che tertangkap, lalu dieksekusi seorang serdadu tak terkenal di hutan Bolivia, Oktober 1967.
Sementara itu, Fidel Castrol Ruz meninggal di usia 90. Dia tak pernah beranjak jauh dari Kuba, sibuk mengukuhkan kekuasaan, terus bertahan menghadapi 600-an usaha pembunuhan, baik oleh lawan-laqan politiknya maupun badan Intelijen Amerika (CIA). Hampir setengah abad Fidel mengawal revolusi yang belum selesai di Kuba, hingga akhirnya pada 2006 gangguan pencernaan membuat dia mengalihkan kekuasaan yang nyaris mutlak itu ke tangan adiknya Raul.
Ketika maut mengakhiri hidupnya yang panjang pada jumat malam, Fidel Castro yang telah bungkuk dan pensiun dari posisi eksekutif dan partai itu menyaksikan sang adik perlahan-lahan menggiring Kuba ke arah yang berbeda: lebih terbuka terhadap pasar benas, dan menjalin hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat pada 2014.
Fidel-ia memiliki jaringan intelijen luas, mengontrol setiap jengkal kehidupan di negeri berpenduduk 11 juta itu-- seorang diktator. Namun Kuba di bawah Fidel adalah si kecil Daud yang senantiasa melawan ancaman raksasa Jalut dari utara.
Hanya dipisahkan oleh bentangan laut 135 kilometer dari pantai Miami, Florida, Amerika Serikat yang anti komunis adalah ancaman terhadap revolusi kuba.
Amerika pernah mengirim 1.500 orang Kuba yang dipersenjatai untuk menghancurkan Revolusi dan Fidel pada April 1996. Namun dengan mudah pengawal revolusi mematahkan serangan, sekaligus mempermalukan Amerika.
"Hasta la victoria siempre", teriak Fidel yang berjaya waktu itu. Kini, 55 tahun kemudian, Raul Castro mengucapkan kata-kata yang sama, mesku tak terlalu jelas apakah dia juga berkeyakinan revolusi belum selesai.
Idrus F Shahab (Koran Tempo, 30 November 2016)
0 komentar:
Post a Comment